"Para pemain film itu tidak seluruhnya berasal dari etnik Batak Toba. Tetapi ada juga suku Melayu, Jawa dan Simalungun," kata penulis skenario film tersebut, Thompson HS di Balige, Selasa (24/5).
Thompson mengatakan, sebagai penulis skenario dia memiliki hubungan profesional dengan produser dan sutradaranya, Pontianus Gea, seorang suku Nias yang pernah studi film di Italia selama dua tahun.
Menurut dia, produksi film Nias sepanjang 11 episode yang dibuat Pontianus sejak kepulangannya dari Italia tersebut menjadi kejutan menarik, ketika seorang di luar suku Batak tertarik bikin film berbahasa Batak Toba, sekaligus membiayainya.
Dia menyebutkan, para pemain yang tidak seluruhnya orang Batak tersebut sangat tertarik untuk belajar bahasa Batak, dibantu penyelaras bahasa, Manguji Nababan, seorang Batakolog yang terlibat dalam proses pembuatan film tersebut.
Rekomendasi lokasi syuting, lanjutnya, dilakukan atas kepercayaan produser, dengan total skenario yang murni menggunakan bahasa Batak Toba, meskipun dengan sedikit campuran dialek yang bisa ditemukan dalam percakapan orang Toba selama ini.
"Pembuatan film ini dibantu sejumlah kru orang Nias, yang pernah mengenyam pendidikan lebih maju, sebagai upaya adaptasi film berjudul Ono Sitefuyu yang meraih sukses di pasaran," katanya.
Dikatakan, pengambilan gambar tersebut dilakukan di Kota Balige dengan latar belakang kapal "paronan" (pedagang) dari Bakkara, 24 -26 Mei 2011. Rute pergi dan pulang kapal paronan menjadi lanskap pagi di pelabuhan, ini adalah awal cerita film itu.
"Syuting terakhir akan dilengkapi diskusi dan pemutaran cuplikan film di SMU Negeri Plus Yayasan Soposurung Balige, 26 Juni 2011," kata Thompson.
(metrotvnews/Ant/RAS)